Selasa, 03 Juni 2008

Stop Konversi Hutan


Tidak diragukan lagi bahwa “illegal logging” adalah bagian dari operasi kehutanan yang merugikan lingkungan dan ekonomi. Juga tidak dapat disangkal, bahwa “illegal logging” saat ini menjadi salah satu “masalah” struktural, yang telah menyebar bagaikan penyakit epidemik, dan menjadi penyumbang terbesar bagi proses penghancuran hutan saat ini, tidak saja Indonesia, tetapi juga di hampir seluruh negara penghasil kayu baik kayu tropis maupun non-tropis.

“Illegal logging” bukanlah fenomena baru, beberapa literatur menunjukkan sama tuanya dengan sejarah pembalakan komersial itu sendiri. Bahwa ia menjadi perhatian utama saat ini, terutama karena skala dan intensitasnya yang terus meningkat. Bahkan sebuah gurauan mengatakan bahwa proporsi kayu “illegal” akan terus meningkat hingga seluruh kayu dari hutan alam akan menjadi kayu “illegal”, mengingat terus merosotnya kualitas dan kuantitas hutan-hutan alam “produksi”.

Istilah “illegal logging” kerap melekat (diasosiasikan) dengan masalah “perdagangan illegal” atau penyelundupan kayu maupun produk kayu (kayu gergajian, plywood, dll). Fenomena perdagangan kayu dan produk-produk kayu “illegal” secara kasat mata dapat dilihat dari data-data resmi yang memperlihatkan selisih mencolok data di negara pengekspor dan pengimpor. Sebagai misal, pada tahun 2000, catatan pemerintah menunjukkan Indonesia tidak mengimpor sebatang kayu bulat pun ke Malaysia, sementara data di negara tersebut menunjukkan bahwa Malaysia telah mengimpor kayu bulat dari Indonesia sebesar 623.000 meter kubik. Di Cina, angka impor kayu lebih besar 103 kali dari angka ekspor kayu dari Indonesia. Pada tahun 2000, sebanyak 1.385.000 meter kubik kayu bulat telah diselundupkan keluar dari Indonesia, dan ini belum termasuk produk kayu lainnya. Seperti fenomena gunung es, realitas “illegal logging” dan illegal trade tentu saja lebih besar dari angka-angka resmi tersebut.

Tidak efektifnya upaya-upaya pemberantasan “illegal logging” di Indonesia, secara awam dapat dijelaskan oleh beberapa hal, yakni: Pertama, rencana-rencana aksi seringkali tidak menyelesaikan akar masalah. Dua masalah utama penyebab “illegal logging”, yakni over-kapasitas industri dan masalah ketidakpastian tenurial selalu mendapat pengecualian dan tidak pernah diatasi secara konsekuen; Kedua, inisiatif jarang sekali berasal dari pemerintah Indonesia melainkan dari pihak luar, utamanya pihak donor; Ketiga, lembaga-lembaga donor memainkan peran ambivalen dalam masalah kehutanan di Indonesia karena tidak mengaitkannya dengan kebijakan negara-negara donor tersebut di Indonesia.

Kampanye “illegal logging” harus diletakkan dalam sebuah arus besar pelestarian sumberdaya hutan dan gerakan sosial lainnya di Indonesia. Dengan demikian, kampanye anti “illegal logging” hanyalah bagian kecil dari kampanye anti pengrusakan hutan (destructive logging).

WALHI melakukan kampanye anti pengrusakan hutan (anti destructive logging) melalui pendekatan pada rakyat dengan membangun kesadaran ekologis pada rakyat serta mendesakkan kepada negara konsumen kayu dunia untuk tidak membeli kayu tropis berikut produk-produk turunannya.

Tidak ada komentar: