Kamis, 05 Juni 2008

konversi lahan..???

Konversi lahan..??? yap konversi lahan merupakan tema dari tugas besar Tekom kelompok saya.. karena pada dasarnya blog ini saya buat untuk tugas Tekom tersebut. He..he.. Sesuai tema yang kelompok saya ambil, koversi lahan hijau menjadi areal lahan terbangun saat ini merupakan fenomena yang terjadi secara skala besar. Konversi lahan menyebabkan tingginya tingkat areal lahan hijau pada suatu daerah berkurang sehingga fungsi daerah tersebut akan berkurang dan dapat berdampak negative untuk kedepannya. Salah satu kasus dari konversi lahan yang kelompok kami dapatkan adalah seperti kasus konversi lahan karet di daerah mijen yang saat ini daerah tersebut sedang terjadi pembangunan untuk sebuah proyek BSB. Hutan karet yang terdapat di daerah tersebut nantinya akan dikonversi menjadi lahan terbangun dengan menyisakan sedikit areal hijau. Dengan sedikitnya kawasan hijau maka keseimbangan ekosistem lingkungan di daerah tersebut akan berubah. Karena dengan sedikitnya areal hijau maka akan menyebabkan hilangnya daerah resapan air sehingga dapat menimbulakan dampak negative seperti banjir dan longsor. Dan konversi lahan dapat merenggut ataupun mengubah keasrian daerah tersebut, dimana yang tadinya daerah tersebut merupakan daerah yang asri, adem dan nyaman maka kondisi tersebut tidak akan ditemui maupun dirasakan lagi bila daerah tersebut telah dikonversi menjadi lahan terbangun.

Rabu, 04 Juni 2008

Pengalaman di plan07

Hallo... Perkenalkan sang pemilik blog nie.. Si pemilik blog nie pastilah seseorang yang sedang menuntut ilmu untuk masa depannya dunk.. Perkenalkan saya adalah seorang mahasiswa planologi fakultas teknik, universitas diponegoro.. Saya baru semester 2. Dan di blog ni saya akan membagi pengalaman saya mulai kuliah di planologi...
Tentunya kalian sudah tahu kan, apa itu planologi... Karena pada awal kuliah saya ga tau apa itu planologi.. Karena yang saya tau itu perencanaan wilayah dan kota sesuai dengan nama yang ada di SPMB.. Wah ternyata planologi tuh istilah kerennya dri PWK kalee y!.. Waktu pertama kali masuk Planologi Qta 1 angkatan di OSPEK selama 1 semester tapi ospeknya ga nakutin k0q... BUT.... REALLY...REALLY MEMUAKAN...!!!!!!!!!!! Qta 1 angkatan yang cowo disuruh botak selama 1 semester trus disurh datang prosesi keq... minta tanda tangan mpe mlam-mlam keq... g boleh jajn di kantin keq.... n bla...bla...bla.... tapi lumayan seru seeh.. THen setelah 1 Semester Bebas OSPEK alias uda dilantik...tapi ternyata penderitaan tidak usung usai kuliah di Plano.. siksaan datang berupa tugas-tugas yang bejibun n bertubi-tubi... tapi dengan adanya tugas itu Qta 1 kelas malahan bisa saling kompak coz.. itu tugas sifatnya kelompok.. kata orang anak plano tuh jarang mandi, tidur, nyante... but not 4 me.. he.. walaupun tugasnya banyak aku masih bisa koq mandi(itu harus cz secara semarang panas ga kaya my sweet town, Salatiga) aku juga bisa kiq nyante cz.. aku tuh ga mudeng..mudeng banget stiap ada tugsa cozz aku ga bisa (Orang goblok..) tapi yakinlah semoga semua tugas itu bisa terlewati karena waktu yang akn menjawabnya.... ha...ha...ha... bye alll...

Selasa, 03 Juni 2008

Stop Konversi Hutan


Tidak diragukan lagi bahwa “illegal logging” adalah bagian dari operasi kehutanan yang merugikan lingkungan dan ekonomi. Juga tidak dapat disangkal, bahwa “illegal logging” saat ini menjadi salah satu “masalah” struktural, yang telah menyebar bagaikan penyakit epidemik, dan menjadi penyumbang terbesar bagi proses penghancuran hutan saat ini, tidak saja Indonesia, tetapi juga di hampir seluruh negara penghasil kayu baik kayu tropis maupun non-tropis.

“Illegal logging” bukanlah fenomena baru, beberapa literatur menunjukkan sama tuanya dengan sejarah pembalakan komersial itu sendiri. Bahwa ia menjadi perhatian utama saat ini, terutama karena skala dan intensitasnya yang terus meningkat. Bahkan sebuah gurauan mengatakan bahwa proporsi kayu “illegal” akan terus meningkat hingga seluruh kayu dari hutan alam akan menjadi kayu “illegal”, mengingat terus merosotnya kualitas dan kuantitas hutan-hutan alam “produksi”.

Istilah “illegal logging” kerap melekat (diasosiasikan) dengan masalah “perdagangan illegal” atau penyelundupan kayu maupun produk kayu (kayu gergajian, plywood, dll). Fenomena perdagangan kayu dan produk-produk kayu “illegal” secara kasat mata dapat dilihat dari data-data resmi yang memperlihatkan selisih mencolok data di negara pengekspor dan pengimpor. Sebagai misal, pada tahun 2000, catatan pemerintah menunjukkan Indonesia tidak mengimpor sebatang kayu bulat pun ke Malaysia, sementara data di negara tersebut menunjukkan bahwa Malaysia telah mengimpor kayu bulat dari Indonesia sebesar 623.000 meter kubik. Di Cina, angka impor kayu lebih besar 103 kali dari angka ekspor kayu dari Indonesia. Pada tahun 2000, sebanyak 1.385.000 meter kubik kayu bulat telah diselundupkan keluar dari Indonesia, dan ini belum termasuk produk kayu lainnya. Seperti fenomena gunung es, realitas “illegal logging” dan illegal trade tentu saja lebih besar dari angka-angka resmi tersebut.

Tidak efektifnya upaya-upaya pemberantasan “illegal logging” di Indonesia, secara awam dapat dijelaskan oleh beberapa hal, yakni: Pertama, rencana-rencana aksi seringkali tidak menyelesaikan akar masalah. Dua masalah utama penyebab “illegal logging”, yakni over-kapasitas industri dan masalah ketidakpastian tenurial selalu mendapat pengecualian dan tidak pernah diatasi secara konsekuen; Kedua, inisiatif jarang sekali berasal dari pemerintah Indonesia melainkan dari pihak luar, utamanya pihak donor; Ketiga, lembaga-lembaga donor memainkan peran ambivalen dalam masalah kehutanan di Indonesia karena tidak mengaitkannya dengan kebijakan negara-negara donor tersebut di Indonesia.

Kampanye “illegal logging” harus diletakkan dalam sebuah arus besar pelestarian sumberdaya hutan dan gerakan sosial lainnya di Indonesia. Dengan demikian, kampanye anti “illegal logging” hanyalah bagian kecil dari kampanye anti pengrusakan hutan (destructive logging).

WALHI melakukan kampanye anti pengrusakan hutan (anti destructive logging) melalui pendekatan pada rakyat dengan membangun kesadaran ekologis pada rakyat serta mendesakkan kepada negara konsumen kayu dunia untuk tidak membeli kayu tropis berikut produk-produk turunannya.

Wajah Hutan Indonesia

Januari – April 2008
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia


Sektor kehutanan Indonesia tahun 2008 dibuka dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No 2 tahun 2008 pada Bulan Februari 2008. peraturan yang mengatur tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk kepentingan Pembangunan diluar Kegiatan Kehutanan. PP tersebut membuka peluang pembukaan hutan lindung dan hutan produksi untuk kegiatan pertambangan, infrastruktur telekomunikasi dan jalan tol dengan tarif sewa seharga Rp 120 untuk hutan produksi dan Rp 300 per meter persegi per tahun.

Secara ringkas, PP tersebut merupakan produk turunan dari Perpu No 1/2004 yang memberikan izin bagi usaha pertambangan untuk melakukan aktivitasnya di atas hutan lindung. Perpu yang kemudian diperkuat dengan Keppres No. 41 Tahun 2004 tentang Perizinan atau Perjanjian di Bidang Pertambangan Yang Berada di Kawasan Hutan, dan bersama DPR kemudian menetapkannya menjadi UU No 19 tahun 2004.

Dalam banyak kajian disebutkan bahwa UU No. 19/2004 tentang penetapan Perpu No.1 tahun 2004 tentang perubahan atas UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi undang-undang tidak memenuhi syarat sebagai suatu produk perundang-undangan, merupakan bentuk tindakan sewenang-wenang dalam menggunakan kekuasaan (detournement de pouvoir) dan bertentangan dengan tata cara pembuatan perundang-undangan yang baik serta melanggar ketentuan konstitusi, pembukaan alinea 1,2 dan 3, pasal 1 ayat (1) dan (2)dan (3) ,pasal 20a, dan pasal 22 ayat (1) UUD 1945.

Pembukaan tambang di hutan jelas akan menimbukan kerusakan permanen. Aktivitas penambangan memiliki daya musnah yang luar biasa. Tidak saja terjadi pada kawasan yang dibuka namun juga pada kawasan hilir yang ditempati oleh komunitas-komunitas masyarakat. Tidak kurang jalannya perekonomian di 25 kabupaten/kota akan terganggu dan menimbulkan dampak yang cukup serius terhadap jutaan penduduk pada kawasan tersebut. Nilai kerugian yang tercipta jauh lebih besar dibanding keuntungan jangka pendek yang didapat.

Secara pasti, PP ini akan memuluskan pemusnahan 925 ribu hektar hutan lindung di Indonesia yang akan dilakukan oleh 13 perusahaan. PP ini juga tidak menyebut sama sekali bahwa aturan ini ditujukan kepada 13 perusahaan yang ada sehingga berpotensi untuk memuluskan jalan bagi 158 perusahaan tambang lainnya untuk mengobrak abrik 11,4 juta hektar hutan lindung. Semuanya bisa dilakukan dengan hanya membayar Rp. 300/m2. PP ini keluar dikala Presiden berkomitment mengurangi laju Pemanasan Global dengan menyelamatkan hutan alam indonesia tersisa. PP ini juga keluar dikala Presiden punya kewenangan yang kuat untuk membatalkan pertambangan di hutan lindung, namun tidak dilakukannya!.

Hingga disini, terjadi ketidak konsistenan Pemerintah Indonesia. Dalam pertemuan para pihak di Bali (UNFCC) pemerintah telah mendeklarasikan niatnya menjadi pionir dalam penurunan emisi global dengan melakukan penyelamatan kawasan hutan. Sementara dengan PP ini, pemerintah justru melanjutkan blunder pemerintah sebelumnya dengan memfasilitasi penghancuran hutan lindung, dengan biaya yang bahkan lebih murah dari sepotong pisang goreng.

Dalam berbagai pertemuan dan pernyataan resmi, pemerintah selalu beralasan ketiadaan biaya untuk melakukan penjagaan hutan sehingga pendanaan yang akan diperoleh dari penghancuran 925 ribu hektar hutan lindung melalui skema PP 2/2008 akan digunakan untuk menyelamatkan hutan tersisa.

WALHI melakukan kampanye kreatif dengan menghimbau kepada seluruh lapisan masyarakat untuk mendonasikan uangnya untuk menyelamatkan hutan lindung. Tujuannya agar masyaraat bisa terlibat secara langsung daam advokasi menolak pertambangan di hutan lindung.

Kampanye akan diawali diseluruh universitas-universitas di Jakarta dan kemudian berkembang pada kawasan-kawasan publik lainnya termasuk juga di luar kota Jakarta, utamanya di kawasan-kawasan dimana pertambangan akan dilakukan.

Untuk itu, WALHI meminta agar pemerintah membuka mekanisme donasi publik untuk penyelamatan kawasan lindung sekaligus mendorong pemerintah untuk melakukan Regulatory Impact Assesment terhadap kebijakan yang memperbolehkan aktivitas penambangan di hutan lindung sebagaimana yang diamanatkan dalam Tap MPR No 1 tahun 2004.

Sementara itu, aktivitas illegal logging masih terus berlangsung disejumlah tempat di Indonesia. Penangkapan ribuan log kayu di Kalimantan Barat dan di Riau baru-baru ini makin memperjelas status kehutanan Indonesia yang lebih besar pasak dari pada tiang. Awal tahun 2007 WALHI menyebutkan bahwa ada tiga masalah mendasar disektor kehutanan yang menjadi pemicu munculnya sejumlah konflik dan kejahatan disektor kehutanan: 1) tidak ada pengakuan terhadap hak masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya hutannya, 2) besarnya kapasitas produksi industri kehutanan dan 3) korupsi yang merajalela disegala level.

Keberhasilan Operasi Hutan Lestari tidak akan pernah efektif apabila tiga masalah mendasar tersebut tidak dilakukan. Penangkapan ribuan log kayu di Kalbar dan Riau baru-baru ini justru menjadi bukti bahwa illegal logging masih terus berlangsung. Demikian halnya dengan penembakan di Jawa Timur baru-baru ini yang semakin memperjelas wajah penelolaan hutan Indonesia yang tidak pro rakyat dan menggunakan kekerasan dalam penyelesaian masalahnya.

Kasus alih fungsi hutan lindung di sejumlah tempat juga mewarnai pembukaan tahun 2008 ini diantaranya di Bintan dan Sumatera Selatan baru-baru ini. Aroma korupsi cukup kuat melatarbelakangi meledaknya kasus yang melibatkan sejumlah anggota DPR RI ini.

Alih fungsi lahan seharusnya tidak hanya dilihat dari aspek korupsi semata. Penetapan kawasan menjadi kawasan lindung dan atau Taman Nasional tidak dilakukan tanpa sebab. Kawasan tersebut memiliki fungsi sebagai water regulator, penyimpanan plasma nutfah dan di sumatera selatan kawasan dimaksud berfungsi sebagai kawasan pemijahan yang sangat berguna bagi nelayan.

WALHI mencatat lebih dari 170 ribu hektar hutan lindung telah dialihfungsikan dalam tiga tahun terakhir. lebih dari 80 persen diantaranya dilakukan secara ilegal dalam artian tidak ada proses alih fungsi lahan sama sekali. Semuanya berjalan tanpa ada upaya hukum sama sekali dari pemerintah.